Kamis, 03 Juni 2010

Encopresis Dan Enurosis

Definisi


Encopresis adalah gangguan kronis, ditandai dengan spontan dan seringkali tidak menyadari kotoran. Usia onset biasanya sekolah satu (6-8 tahun).

The encopretico anak khawatir tentang sifat tdk bertarak dan secara umum jam hari-harinya diisi dengan kecemasan, rasa bersalah, takut ditangkap atau dituduh, yang paling sering menunjukkan ketidakpedulian nyata untuk gejala atau mengembangkan perilaku penyembunyian atau penyimpanan (menyembunyikan atau menyimpan celana saya), bahkan lebih jarang gejala yang menunjukkan tampilan (provokatif cucian kotor).
gangguan biasanya menampakkan diri pada siang hari dan lebih umum pada laki-laki.

Ini membedakan primer dan sekunder encopresis sehubungan dengan perolehan kontrol atau tidak fisiologis. Falls dalam bentuk utama bahwa anak tidak pernah mencapai kontrol sfingter anus untuk jangka waktu cukup lama (beberapa bulan), pendidikan menengah anak mulai kehilangan setelah aku waktu kontrol (beberapa bulan).




Penyebab


Daftar Levine (Levine: Pediatric Klinik Amerika Utara 29, (2), 1982) menyoroti kasus bergabung didasarkan pada waktu terjadinya:


(
1) anak usia dini: anak sembelit sederhana, kekhawatiran berlebihan orangtua, bawaan anorektal, anorektal mengakuisisi masalah (misalnya fissures);
(
2) umur 2 sampai 5 tahun: pelatihan terlalu agresif atau sangat longgar toilet, buang air besar yang menyakitkan terus-menerus, rasa takut atau tidak suka dari toilet;
(
3) tahun sekolah lebih awal: takut anak-anak sekolah, Gastroenteritis intoleransi makanan lama dan perhatian defisit disorder berat dengan kepatuhan miskin untuk tugas-tugas (misalnya buang air besar lengkap), atau nutrisi yang berlebihan, gaya hidup yang sibuk, stres, psikosomatik.

Ada rumit faktor berasal dari pendekatan yang salah untuk masalah ini oleh orang tua dan / atau dokter anak, yang kadang-kadang tampaknya tidak memahami dengan jelas rasa malu dan menyiksa anak dengan pertanyaan-pertanyaan atau saran yang tidak tepat atau tidak berguna karena mereka tidak memperhitungkan beberapa aspek aneh dalam gangguan tersebut:

* Anak dengan encopresis mengatakan bahwa itu merasa perlu untuk buang air besar, kesulitan merasakan bau "nya produk";
* Anak yang encopresis umumnya tidak mengenal anak-anak lain dengan masalah yang sama dan dengan demikian cenderung untuk mengisolasi (masalah anak-anak dengan defisit perhatian sebaliknya, cenderung diiklankan dan diakui);
* Anak dengan kehidupan encopresis dengan takut terkena, terutama di depan teman-teman dan kemudian tersebut berisi berbagai strategi yang harus menolongnya "menyelamatkan muka" dan tidak mengandung emosi intens masalah sekitarnya (sikap ketidakpedulian dan / atau isolasi).

Faktor-faktor yang terlibat dalam masalah genesis, meja pemeriksaan Levine, adalah:

* Organik: megacolon sembelit kronis, penyakit gastrointestinal,
* Kognitif: ketidakmampuan belajar, kognitif defisit,
* Psikologi hubungan keluarga diubah, terutama sikap overprotective, harapan dan / atau tuntutan yang berlebihan dari orang tua, kecemasan, pengalaman masa lalu atau sekarang penyalahgunaan.

The encopretico berdasarkan gejala-psikogenik dapat melaporkan keadaan tertekan dari anak yang menggunakan tubuh untuk mengekspresikan keadaan kecemasan dan agresi harus dilihat dalam memenuhi permintaan dari orang tua atau mungkin mengambil makna oposisi terus terang dengan penolakan oleh anak bergabung dengan model pendidikan yang diajukan oleh orang tua.

The encopresis fungsional cenderung menarik perhatian dan perawatan orang tua kurang umum.




Diagnosa


Ini memerlukan pemeriksaan lengkap anamnesis perilaku, gain perkembangan dan patologis jika ada penyebab organik (megacolon kongenital) dan mengidentifikasi usia onset (lihat tabel Levine).
Pemeriksaan fisik lengkap sangat diperlukan untuk mengecualikan masalah organik tertentu.

Adalah penting untuk menilai kesehatan mental anak (dan dalam hal ini dapat membantu untuk menggunakan skala perilaku standar) dan terutama jika Anda menyorot perkembangan gangguan sekunder untuk depresi, kebutuhan untuk menilai pengaruh keluarga terhadap masalah dan menjadi bagian dari orang tua dan dokter pendekatan yang tepat untuk masalah dengan tidak membuat rumit faktor (ujian traumatis, pertanyaan atau saran yang tidak perlu, perilaku yang tidak tepat).


Pengobatan


The encopresis utamanya membutuhkan kolaborasi antara dokter anak, neuropsychiatry, psikologi dirancang untuk memberikan tindakan korektif dalam keluarga dan kadang-kadang psikoterapi anak.

The encopresis sekunder mengambil sifat sementara dan biasanya memakai reaksi regresif untuk ketidaknyamanan yang berhubungan dengan insiden yang melibatkan kehidupan anak (pemisahan perkawinan, kelahiran saudara kandung, masuk ke sekolah, kehilangan).

Terapi sangat penting dalam menjelaskan masalah dengan hati-hati untuk anak dan orang tuanya harus menyadari bahwa banyak rekan-rekan memiliki masalah yang sama yang tidak dosa dan bahwa dengan usaha Anda bahkan dapat mengembalikan sepenuhnya fungsi usus normal.




Enurosis



Terminologi, definisi dan klasifikasi


Enuresis merupakan kata dari bahasa Yunani yang berarti “membuat air”. Istilah ini digunakan sebagai istilah medis untuk mengompol, baik saat malam hari (nokturnal) maupun siang hari (diurnal). Istilah enuresis ini lebih sering dianggap mewakili enuresis saat tidur malam hari atau lazim disebut primary nocturnal enuresis (PNE) atau enuresis nokturnal.


Enuresis nokturnal merupakan kondisi dimana anak yang sudah mampu menahan kencing saat terjaga tetapi mengompol saat tertidur.4 Sumber pustaka lainnya secara rinci menyebutkan bahwa syarat enuresis adalah anak berusia 5 tahun ke atas yang mengompol setidaknya 1-2 kali seminggu selama minimal 3 bulan. Namun, disebutkan pula bahwa PNE merupakan kondisi dimana anak mengompol di malam hari selama tidur saat anak seusianya sudah mampu menahan kencing atau saat anak tersebut baru bisa menahan kencing tidak lebih dari 6 bulan berturut-turut sebelum enuresis mulai terjadi pada anak.

Untuk membedakan enuresis nokturnal dan diurnal, International Children’s Continence Society baru-baru ini mempublikasikan standardisasi terminologi enuresis. Mereka mendefinisikan enuresis sebagai segala bentuk gejala mengompol yang terjadi dalam jumlah diskret pada malam hari, terlepas apakah hal tersebut berhubungan/tidak dengan gejala mengompol di siang hari.


Hal ini perlu dibedakan dengan inkontinensia yang didefinisikan sebagai kebocoran urin tak terkendali yang terjadi secara intermiten atau kontinu dan terjadi setelah status kontinensia pernah tercapai. Inkontinensia kontinu berarti kebocoran urin konstan, seperti pada anak dengan ureter ektopik atau kerusakan iatrogenik pada sfingter eksterna. Sedangkan inkontinensia intermitten adalah kebocoran urin dalam jumlah diskret selama siang, malam, atau keduanya.


Bentuk inkontinensia intermitten yang terjadi minimal di malam hari inilah yang mereka istilahkan dengan enuresis. Mereka juga menyebutkan bahwa kebocoran urin yang terjadi selama siang hari tidak lagi disebut sebagai enuresis diurnal tetapi sekarang disebut sebagai inkontinensia pada siang hari.


Istilah lain yang perlu dibedakan dengan enuresis adalah dysfunctional voiding dimana terdapat inkompetensi kontraksi otot untuk menahan urin dan biasanya dihubungkan dengan konstipasi. Istilah ini juga merujuk pada sindroma eliminasi disfungsional.


Berdasarkan derajat penyakit, enuresis nokturnal terbagi menjadi derajat ringan (enuresis pada 1-6 malam di bulan terakhir), derajat sedang (enuresis pada 7 malam atau lebih di bulan terakhir dan tidak setiap malam), dan derajat berat (enuresis setiap malam). Sedangkan berdasarkan jumlah gejala yang dikeluhkan, enuresis dapat dibagi menjadi tipe monosimptomatik dan non-monosimptomatik.


Anak dengan enuresis monosimptomatik hanya mengompol di malam hari dan tidak ada gejala inkontinensia pada siang hari. Sedangkan anak dengan enuresis non-monosimptomatik mengalami inkontinensia pada siang hari selain mengompol di malam hari. Enuresis non-monosimptomatik ini lebih sering terjadi karena kebanyakan pasien biasanya pernah mengalami gejala inkontinensia pada siang hari tetapi seringkali tidak cukup bermakna (subtle) untuk dikeluhkan. Hal ini baru diketahui jika anamnesis dilakukan dengan teliti.


Berdasarkan jelas/tidaknya penyebab, enuresis juga dapat dibagi menjadi enuresis primer dan enuresis sekunder. Enuresis primer didiagnosis pada individu yang belum pernah mengalami status kontinensia sejak lahir atau mengalami status kontinensia tidak lebih dari 6 bulan berturut-turut. Sedangkan enuresis sekunder didiagnosis pada individu yang telah


mengalami periode kontinensia minimal 6 bulan berturut-turut sebelum onset enuresis. Manifestasi klinis enuresis primer yang sama dengan enuresis sekunder menunjukkan adanya kesamaan patogenesis umum pada kedua jenis enuresis tersebut. Oleh karena luasnya cakupan pembahasan mengenai enuresis sekunder yang merupakan akibat atau bagian dari gambaran klinis penyakit lain, makalah tinjauan pustaka ini akan lebih banyak menitikberatkan pembahasan enuresis primer yang bersifat monosimptomatik.




Penyebab Enuresis ( gangguan eliminasi )



Sebuah temuan konsisten mengenai enuresis menyatakan bahwa kemungkinan seorang anak enuretik memiliki kerabat tingkat pertama yang juga mengompol sangat tinggi, mendekati 75 persen (Bakwin, 1973). Sebuah studi baru-baru mi di Denmark untuk pertama kalinya menunjukkan keterkaitan genetik langsung dalam mengompol di malaƱi harm; suatu bagian kromosom 13 tampaknya mengandung gen bagi enuresis nokturnal (Eiberg, Berendt, & Mohr, 1995).


Sebanyak 10 persen dan seluruh kasus enuresis disebabkan oleh kondisi medis murni, seperti infeksi saluran unin, penyakit ginjal kronis, tumor, diabetes, dan kejang (Kolvin, McKeith, & Meadows, 1973; Stansfield, 1973). Karena banyaknya insiden penyebab fisiologis enuresis, sebagian besar profesional merujuk pasien enuretik ke dokter sebelum memberikan penanganan psikologis.


Pengendalian kandung kemih, yaitu penghambatan suatu refleks alami hingga berkemih dengan sengaja dapat dilakukan, merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Bukti-bukti medis mengenai aktivitas otototot panggul bawah mendukung pemikiran bahwa anak-anak yang mengompol tidak dapat melakukan kontraksi spontan pada otot-otot tersebut di malam hari (Norgaard, 1989a, 1989b).


Beberapa teori psikologis menganggap enuresis sebagai suatu simtorn gangguan psikologis yang lebih umum, seperti kecernasan. Meskipun demikian, banyak peneliti berpendapat bahwa masalah seperti kemarahan dan kecemasan merupakan reaksi atas rasa malu dan rasa bersalah karena mengompol, bukan sebagai penyebab enuresis.


Para teoris pembelajaran berpendapat bahwa anak-anak mengompol karena mereka tidak belajar untuk terbangun di malam han sebagai respons yang dikondisikan atas penuhnya kandung kemih atau untuk menghambat relaksasi otot lingkar yang mengendalikan urinasi (Walker, 1995).




Komplikasi dan prognosis



Pada enuresis primer, masalah psikologis hampir selalu menjadi akibat dari penyakit ini dan jarang sekali sebagai penyebabnya. Sebaliknya, masalah psikologis merupakan penyebab yang mungkin didapati pada enuresis sekunder. Komorbiditas masalah perilaku adalah 2-4 kali lebih tinggi pada anak dengan enuresis di semua penelitian epidemiologik. Dampak emosional enuresis pada anak dan keluarga juga dapat terjadi.


Anak-anak dengan enuresis lebih sering dihukum dan berisiko mengalami perlakuan kasar secara fisik dan emosional. Beberapa penelitian melaporkan adanya perasaan malu dan kecemasan pada anak-anak dengan enuresis, kehilangan kepercayaan diri dan berpengaruh terhadap persepsi diri, hubungan interpersonal, kualitas hidup, dan prestasi di sekolah. Dampak negatif yang signifikan pada kepercayaan diri dilaporkan bahkan pada anak dengan episode enuresis satu kali per bulan saja.


Sebuah penelitian potong lintang (cross-sectional study) dilakukan terhadap 149 pasien berusia antara 6 dan 18 tahun yang didiagnosis enuresis nokturnal primer monosimptomatik. Delapan puluh sembilan persen (n=132) pasien mengalami kekerasan akibat mengompol. Semua kasus ditandai oleh adanya hukuman verbal (caci maki) yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan tipe agresi.


Hukuman fisik tanpa kontak terjadi pada 50,8% kasus sedangkan hukuman fisik yang disertai kontak terjadi pada 48,5% kasus. Pelaku utama kekerasan adalah ibunya sendiri (87,9%). Terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan pelaku dan beratnya hukuman.


Tingkat kesembuhan spontan untuk anak-anak yang tidak diobati adalah 15% per tahun. Ketika enuresis merupakan satu-satunya gejala yang dikeluhkan, terapi perilaku atau terapi alarm dapat bersifat kuratif untuk masalah ini. Desmopressin asetat dapat mengendalikan enuresis pada 55% anak.


Ketika gejala ini juga terjadi pada siang hari, prognosisnya akan bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Prognosisnya sempurna jika enuresis terjadi akibat sistitis, ureter ektopik, apneu obstruktif saat tidur, diabetes melitus, diabetes insipidus, penyakit dengan gejala kejang, blok jantung, atau hipertiroidisme.


Enuresis akibat sistitis harus diatasi dengan terapi antibiotik yang tepat. Sedangkan ureter ektopik, apneu obstruktif saat tidur, dan blok jantung berespon terhadap intervensi bedah.


Diabetes mellitus, diabetes insipidus, dan hipertiroidisme berespon terhadap intervensi medikamentosa yang spesifik. Enuresis akibat overactive bladder atau dysfunctional voiding biasanya dapat teratasi tetapi inkotinensia pada siang hari dapat berlanjut hingga masa pubertas dan dewasa pada sekitar 20% pasien.


Prognosis enuresis akibat neurogenic bladder tergantung pada penyebab neurologik dan apakah pasien dapat menjalani pembedahan atau tidak. Enuresis di masa kecil berhubungan dengan timbulnya gejala sisa di usia dewasa, contohnya dalam hal fungsi sosial, pencapaian pendidikan, dan eksistensi diri secara psikologik. Sebuah penelitian menunjukkan penundaan perkembangan koordinasi motorik pada anak dengan riwayat enuresis di usia 7 dan 11 tahun.




Pencegahan



Alasan terpenting untuk mengobati anak dengan enuresis adalah untuk memperbaiki hilangnya kepercayaan diri dan masalah-masalah psikologik sekunder atau masalah-masalah perilaku yang berkembang akibat enuresis.


Pencegahan enuresis hampir sama dengan terapi perilaku yang diberikan pada anak dengan diuresis. Anak harus dibiasakan untuk buang air kecil di toilet setiap pagi hari dan didorong agar tidak terbiasa menahan kencing. Kondisi-kondisi yang membuat anak tidak nyaman untuk menggunakan toilet sedapat mungkin dihindari. Karena konstipasi dapat menjadi faktor predisposisi enuresis, pencegahannya juga dapat mencegah terjadinya enuresis.


Dengan demikian, anak juga harus dibiasakan untuk buang air besar setelah makan pagi, diet kaya serat, dan tidak terbiasa menahan buang air besar. Anak harus mengurangi minum setelah makan malam sehingga anak harus dibebaskan minum pada pagi dan awal siang hari.




Kesimpulan



Enuresis merupakan kondisi dimana anak mengompol setelah mampu menahan kencing dan ke toilet sendiri minimal 6 bulan berturut-turut sebelum onset enuresis. Anak harus berusia 5 tahun ke atas dan mengompol setidaknya 1-2 kali seminggu selama minimal 3 bulan.


Enuresis dibagi menjadi enuresis primer dan sekunder. Enuresis primer dikaitkan dengan gangguan bangun tidur, poliuria nokturnal, dan kapasitas nokturnal kandung kemih yang kurang. Sedangkan enuresis sekunder disebabkan oleh neurogenic bladder dan kelainan medula spinalis yang terkait, infeksi saluran kemih, serta adanya katup uretra posterior pada laki-laki atau ureter ektopik pada perempuan.


Dasar diagnostik enuresis mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terutama urinalisis. Sedangkan penatalaksanaan enuresis antara lain terapi perilaku, terapi alarm, dan terapi farmakologik, yaitu desmopressin, antikolinergik, dan antidepressan trisiklik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar