Rabu, 30 November 2011

TUGAS PSIKOLOGI INTERNET

PRO KONTRA PERKEMBANGAN INTERNET DAN DAMPAK PSIKOLOGISNYA

“Internet”, kata yang sangat umum dan sangat tidak asing lagi di telinga kita. Ya, media komunikasi umum ini dapat dibilang sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Setiap orang di belahan dunia ini mengetahui dan menggunakannya. Perkembangan internet sangatlah pesat, hampir setiap bidang dan kegiatan yang ada menggunakan fasilitas internet ini sendiri.

“Mengapa perkembangan internet bisa sangat pesat?” “Mengapa banyak sekali orang menggunakan fasilitas internet?” Pertanyaan umum yang mungkin muncul dalam benak kita tentang ke-eksistensian internet. Internet memberi banyak sekali kemudahan untuk setiap kegiatan kita, internet juga menyimpan dampak positif bagi kita sebagai penggunanya. Beberapa dampak positif dari menggunakan fasilitas internet antara lain, media yang mempermudah kita sebagai pengguna untuk pencarian data yang dibutuhkan secara cepat, selain itu internet juga internet dapat menjadi media aktualisasi diri yang sangat-sangat efisien, memperbanyak relasi. Dampak positif lainnya adalah dapat menjadikan diri seseorang menjadi lebih kreatif atau dapat dibilang dapat meningkatkan daya kreatifitas seseorang.

Selain memiliki dampak positif internet pun memiliki dampak negatif bagi kita sebagai penggunanya. Beberapa diantaranya adalah pornografi, netgaming, Cybersexual addiction, Cyber-relational addiction, dan computer addiction. Dari beberapa dampak negatif di atas, dampak yang paling umum dan yang paling “popular” adalah pornografi/Cybersexua

Dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan internet yang telah disebutkan diatas, secara langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh pada psikologis si pengguna (kita). Pengaruh atau dampak dari perkembangan internet pada psikologis pengguna juga ada sisi positif dan negatifnya. Untuk sisi positifnya, seperti yang telah disebutkan di atas, meningkatkan daya kreatifitas. Meningkatnya kreatifitas ini dipengaruhi oleh pribadi yang selalu ingin berkembang dan berinovasi. Dengan banyaknya informasi yang tersedia & didapatkan dari internet, maka si pengguna pun terlatih untuk menciptakan atau membuat informasi – informasi dan “karya” yang baru.

Dampak negatif dari perkembangan internat bagi psikologis pengguna diantaranya adalah menurunnya moral pengguna, Mengapa? Penurunan moral ini sangat berkaitan dengan pornografi yang tersebar bebas di internet dan dapat diakses oleh umum. Lalu dapat menyebabkan dampak anti sosial bagi pengguna. Hal ini mungkin baru kiat dengar, tetapi dalam beberapa kasus hal ini memang ada. Dampak anti sosial ini terjadi karena si pengguna menjadi addict(ketagihan) terhadap internet itu sendiri. Addiction ini sendiri terjadi karena pengguna menemukn kenyamanan yang lebih saat menggunakan fasilitas internet ini. si pengguna lebih nyaman berada dan berinteraksi di/dengan dunia maya dibandingkan dengan di/dengan dunia nyata, sehingga dia lebih memilih internet daripada hal lain hal ini biasa disebut dengan internet addiction. Selain internet addiction, Cyber-relational addiction pun bisa menjadi salah satu faktor penyebab terbentuknya sifat/pribadi yang anti sosial dalam dunia nyata.

Dalam kasus lain, dampak negatif dari internet terhadap psikologis pengguna adalah si pengguna menjadi pribadi yang tertutup. Hal ini biasanya disebabkan karena si pengguna telah “bersahabat baik” dengan dunia maya tanpa batas ini sendiri yaitu dengan membiasakan diri bercerita tentang apa yang dia rasakan di fasilitas – fasilitas internet contohnya di blog, jejaring sosial, dll. Dari penjabaran di atas, dapat kita lihat dampak atau pengaruh negatif dari perkembangan internet lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya. Tetapi semua itu tidak selalu bisa menjadi acuan atau paradigm kita terhadap internet, mengapa? Hal itu semua kembali lagi kepada diri setiap individu pengguna fasilitas internet. Baik buruk efek internet yang menentukan kita sebagai pengguna. Jadi, gunakanlah fasilitas media komunikasi internet ini dengan bijak.



PERBANDINGAN GOOGLE PLUS DAN FACEBOOK


Pada awalnya banyak pemakai, analis dan kritikus social media mengatakan bahwa layanan yang kini masih dalam tahap proyek social media Google, Google Plus merupakan copy cat dari Facebook. Saya pun sempat mengatakan hal ini dalam review awal yang pernah saya publikasikan di di sini. Namun kini, setelah jauh mencoba dan selama hampir enam hari terus-menerus mengeksplorasi Google Plus, perbedaan semakin tampak. Dari berbagai diskusi antara user dengan para engineer Google dan Vic Gundotra, senior vice president of social layanan Google Plus ini makin terlihat Google Plus memberikan hal yang sangat berbeda bagi user dari apa yang pernah diberikan oleh Facebook.

Eforia pengguna Google Plus juga tidak tanggung-tanggung, bahkan ada yang menjual undangan untuk bergabung dengan Google Plus di Ebay, padahal undangan tersebut bersifat gratis. Ini menunjukkan pada tahap awal Google Plus sangat menarik bagi banyak pengguna internet. Bill Gross, pendiri dan CEO Technology Incubator Idealab mengatakan tidak butuh waktu lama bagi Google Plus untuk mencapai anggota 100 juta pengguna. Modal dasar pun cukup bagus, yaitu 200 juta pengguna GMail. Hal ini memberikan rasa percaya diri Google terhadap keberhasilan proyek ini.

Namun demikian, beberapa user Facebook tampaknya masih akan terpaku dengan layanan tertutup dari Facebook. Tertutup di sini karena sejatinya sangat sulit untuk keluar dari Facebook. Pengguna Facebook belum melihat atau mengatakan kalau masih mirip dan meniru untuk apa berpindah. Saya sendiri meragukan klaim tersebut karena banyak sekali hal yang sangat berbeda yang diberikan oleh Google Plus.

Sebuah info grafis dari technobombs.com memberikan penjelasan detail perbandingan layanan Google Plus dengan Facebook. Berdasarkan info grafis tersebut dan pengalaman saya beberapa hari ini di Google Plus jelas sekali perbedaan layanan yang diberikan oleh Google Plus. Coba kita lihat perbedaan tersebut berikut ini.

1. Google Plus adalah layanan social media baru dengan konsep baru, yaitu untuk grup tertarget dengan kemudahan membuat grup (Circles) dengan cara drag and drop. Google Plus memungkinkan sharing dengan seseorang yang concern dengan sesuatu masalah dengan cara sangat mudah. Facebook di sisi lain bukan sebuah layanan social media yang tertarget, kalaupun anda bisa membuat teman-teman anda menjadi terbagi dalam beberapa kelompok dibutuhkan langkah yang sangat sulit sehingga banyak orang mengabaikan hal ini. Ujung-ujungnya banyak orang yang bermasalah dengan privasi mereka di Facebook.

2. Sebuah layanan di Google Plus memberikan perbedaan besar dengan Faceboo, yaitu Hangout. Layanan Hangout adalah layanan video chatting yang bisa menampung 10 orang atau lebih dalam satu chatting secara simultan. Telah banyak yang mencoba layanan ini dan sebagian besar mereka sangat puas dengan Hangout, meskipun masih terdapat beberapa bugs. Layanan Hangout akan fokus pada siapa yang saat itu berbicara secara otomatis. Layanan ini dapat dijalankan dengan Windows, Mac, dan Linux. Hangout berjalan dengan sistem browser. Berbeda dengan Facebook yang baru-baru ini juga memberikan layanan yang hampir mirip namun dari pihak ketiga, yaitu Skype yang merupakan aplikasi. Menurut pcmagazine.com layanan video chatt dari Facebook tidak men-support grup chatt seperti Google Plus serta tidak bisa berjalan dengan Linux.

3. Tagging foto dan browsing foto yang lebih cepat. Bila anda melihat foto di Facebook, foto tersebut tidak akan muncul dalam pop up. Artinya anda harus klik foto tersebut untuk melihat secara detail. Di Google Plus anda dapat melihat pop up sebuah foto dari wall anda. Jadi lebih mudah dan simple. Melakukan tag juga sangat mudah karena adanya Face detection otomatis.

4. Satu hal yang membuat Facebook sangat unggul adalah keberadaan banyaknya permainan di Facebook, sedangkan di Google Plus hal ini belum tersedia. Maklum baru sepuluh hari. Namun para pengguna tentu tidak akan pernah diabaikan oleh Google, rencananya Google Plus akan diisi juga dengan game. Waktunya tentu saja belum bisa dipastikan.

Kebanyakan teman yang sudah bergabung di Google Plus merasakan betapa simple dan mudah dalam berinteraksi di Google Plus. Pengguna pun lebih akrab karena keberadaan dalam satu Circles yang tentu saja eksklusif. Selain itu, kemampuan Google Plus untuk mengirimkan update status hanya kepada orang yang ditentukan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini membuat privasi di Google Plus lebih terjaga. Hal ini tidak terdapat di Facebook, kecuali kalau menggunakan fitur message yang harus diklik beberapa kali.

Setelah berjalan beberapa hari ini, tampaknya Google Plus cukup sukses. Namun demikian, para engineer Google tentu saja tidak puas dengan hasil ini. Dari diskusi dengan engineer dan Vic Gundotra, kemungkinan beberapa waktu ke depan akan ada perbaikan, meliputi beberapa hal berikut ini.

1. Meningkatkan jumlah anggota Circles yang kini berada di angka 5.000.

2. Menambahkan hastag untuk memudahkan pencarian.

3. Cara mudah untuk menggabungkan Circles.

4. Integrasi yang lebih baik dengan Google Chat.

5. Kemampaun berbagi Google Dosc dan Kalender dengan anggota Circles.

Tentunya perbaikan tersebut agar berlangsung seiring dengan waktu. Makin lama tentunya fitur-fitur yang lebih menarik tentunya akan diberikan oleh Google. Rencanaya Google juga akan meluncurkan Google Plus khusus untuk kalangan bisnis sehingga di Google Plus yang publik tidak ada yang jual barang dagangan seperti di Facebook.


PERBANDINGAN YAHOO MAIL DENGAN GMAIL


Email sekarang sudah menjadi salah satu cara untuk berkomunikasi lebih mudah, praktis, dan instant dengan memanfaatkan koneksi internet. Apalagi sekarang ini sudah banyak sekali penyedia Email gratis yang bisa kita manfaatkan untuk menggunakan mengirim dan menerima surat elektronik. Yang terpenting, kita tinggal memilih Email gratisan mana yang akan digunakan. Seperti @Yahoo, @Gmail, @Live, @aim, dsb. Namun berhubung mayoritas dari berbagai penyedia jasa Email gratisan yang sering kita gunakan adalah Gmail dan Yahoo, maka kali ini saya post tentang hal tersebut.

Kecepatan

Jika dilihat dari segi kecepatan, harus diakui bahwa Gmail lebih cepat daripada Yahoo mail. Untuk login, seakan Gmail melesat tanpa hambatan, sedangkan Yahoo seringkali agak lambat (meskipun koneksi kenceng). Bagi kamu yang koneksi internet-nya tidak stabil atau sering nge-net di warnet, kamu bisa lihat sendiri perbandingannya. Dan satu lagi, kecepatan Gmail dalam menerima Email menurut saya cukup cepat. Jika kita tetap login dan berada di halaman account, kita tidak perlu me-refresh halaman untuk melihat apakah ada Email masuk atau tidak. Sedangkan Yahoo mail, terkadang kita perlu me-refresh halaman kembali untuk melihat apakah ada Email baru yang masuk.

Keamanan

Jika kita feedback lagi kebelakang, seperti informasi yang saya dapatkan bahwa banyak pihak yang menyarankan kepada pihak Google untuk menggunakan versi aman protocol untuk memproteksi Gmail. Data yang tidak terenkripsi ketika login ke Gmail dapat menjadi sebuah celah bagi pihak lain untuk mencuri identitas yang ada pada account Gmail kita.

Trus bagaimana dengan sekarang? I don’t know… Tapi hal tersebut akan menghilang seiring dengan waktu serta kenyataan yang sebenarnya dari para pengguna. Sedangkan Yahoo mail telah mengantisipasi hal ini sejak lama, ditambah pula pihak Yahoo mewajibkan pengguna mengisi email optional serta pertanyaan rahasia untuk memberikan proteksi jika terjadi hal yang tidak diinginkan bagi pemilik acoount. Di sisi lain, Gmail memberikan proteksi Email spam yang lebih baik ketimbang Yahoo mail. Maka, dalam hal keamanan, diantara keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Kapasitas penyimpanan

Gmail memiliki kapasitas penyimpanan (storage) yang terbatas. Sedangkan Yahoo memberikan kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas.


PERBANDINGAN SITUS RESMI PEMERINTAH INDONESIA DENGAN SINGAPURA


SITUS RESMI PEMERINTAH INDONESIA


Alamat web: http://www.indonesia.go.id/


1. WARNA


Warna dapat mempengaruhi kondisi psikologis individu. Warna latar dan warna halaman website sebaiknya dibuat berbeda agar lebih fokus ketika dilihat oleh pengunjung (Taufan, 2010).

  • Website resmi pemerintahan Indonesia ini didominasi oleh warna putih yang mengesankan sederhana, suci, bersih, dan simple serta dipadukan dengan warna merah yang mengesankan powerful, berani, dan menarik perhatian, sehingga match sesuai dengan warna bendera kebangsaan Indonesia yang mengisyaratkan kesucian dan keberanian. Ditambah sedikit warna hitam dan abu-abu pada menu bar membuat website ini terlihat lebih style. Warna tulisannya pun kontras dengan backgroundnya sehingga mudah untuk dibaca.

2. LAYOUT


Layout adalah penyusunan dari elemen-elemen desain yang berhubungan kedalam sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. Hal ini bisa juga disebut manajemen bentuk dan bidang. Tujuan utama layout adalah menampilkan elemen gambar dan teks agar menjadi komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan

  • Tampilan website menarik dengan adanya gambar-gambar yang menunjukkan ciri khas Indonesia, seperti lambang garuda pancasila, candi, batik, letak geografis Indonesia, serta adanya gambar-gambar dengan tampilan animasi yang berisi keindahan Indonesia dengan tema “Wonderful Indonesia”. Proporsi gambar dengan tulisan seimbang dan saling melengkapi. Selain itu letak dan susunan menu-menu utama tertata dengan baik, sehingga pengunjung dapat memilih sub menu yang diinginkan tanpa harus mengklik menu satu persatu.

3. FASILITAS


Fasilitas yang dimaksud adalah layanan yang dapat di akses dan di informasikan di website tersebut.

  • Fasilitas yang terdapat dalam website ini lengkap, seperti Layanan Publik, Berita Terbaru, Navigasi Berita, Topik Berita, info mengenai kontak Sekretariat Negara republik Indonesia, Video gallery sosial budaya Indonesia, info pengunjung, dan info-info lainnya yang terdapat dalam menu-menu utama seperti Sekilas Indonesia, Presiden dan wakil presiden, Kabinet Indonesia bersatu II, Produk hukum, Pidato, dan Istana.

4. FILOSOFI


Filosofi yang dimaksud adalah website dibuat untuk apa, mungkinkah sekedar tugas atau layanan jasa dan termasuk dalam kategori yang mana, mungkinkah kategori pendidikan, hukum, ekonomi, ataukah kesemuanya.

· Filosofi mengenai Indonesia selain dapat terlihat dari gambar-gambar dan animasi yang menunjukkan ciri khas Indonesia, juga berbentuk paparan tulisan (penjelasan) yang lengkap, yang terdapat dalam menu “Sekilas Indonesia”, yang didalamnya terdapat sub menu “Geografi Indonesia”,” Lambang dan Bentuk Negara” (Lambang Negara, Bentuk Negara, Bahasa Nasional, Bendera Kebangsaan, dan Lagu Kebangsaan), “Politik dan Pemerintahan”, serta “Visi Misi dan Strategi”.



SITUS RESMI PEMERINTAH SINGAPURA


Alamat web: http://www.sgdi.gov.sg/


1. WARNA


Warna dapat mempengaruhi kondisi psikologis individu. Warna latar dan warna halaman website sebaiknya dibuat berbeda agar lebih fokus ketika dilihat oleh pengunjung (Taufan, 2010).

  • Website resmi pemerintahan Singapura ini didominasi oleh warna putih yang mengesankan sederhana, suci, bersih, dan simple serta dipadukan dengan warna merah yang mengesankan powerful, berani, dan menarik perhatian, sehingga match sesuai dengan warna bendera kebangsaan Singapura. Ditambah sedikit warna hitam dan abu-abu pada menu bar membuat website ini terlihat lebih style. Warna tulisannya pun kontras dengan backgroundnya sehingga mudah untuk dibaca.

2. LAYOUT


Layout adalah penyusunan dari elemen-elemen desain yang berhubungan kedalam sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. Hal ini bisa juga disebut manajemen bentuk dan bidang. Tujuan utama layout adalah menampilkan elemen gambar dan teks agar menjadi komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan

  • Tampilan website menarik dengan adanya gambar-gambar yang menunjukkan ciri khas Singapura, seperti lambang Singa dan gedung-gedung yang tinggi dan indah. Proporsi gambar dengan tulisan seimbang dan saling melengkapi. Selain itu letak dan susunan menu-menu utama tertata dengan baik, sehingga pengunjung dapat memilih sub menu yang diinginkan tanpa harus mengklik menu satu persatu.

3. FASILITAS


Fasilitas yang dimaksud adalah layanan yang dapat di akses dan di informasikan di website tersebut.

  • Fasilitas yang terdapat dalam website ini lengkap, seperti government news, speech & press release, schedule of event, cabinet synopsis, dan info-info lainnya menu-menu utama seperti Government, Highlight Singapura, dan Non-Resident. Namun sayangnya, dalam website ini tidak terdapat fasilitas yang berupa audiovisual seperti video mengenai Thailand ataupun fasilitas audio yang berupa tampilan animasi.

4. FILOSOFI


Filosofi yang dimaksud adalah website dibuat untuk apa, mungkinkah sekedar tugas atau layanan jasa dan termasuk dalam kategori yang mana, mungkinkah kategori pendidikan, hukum, ekonomi, ataukah kesemuanya.

· Filosofi mengenai Thailand terdapat pada menu “About Us”. Filosofi yang terdapat dalam penjelasan lengkap, seperti history (Sejarah), Geography (Geografis), Population, Religion, and Language (Populasi, agama, dan bahasa), Politics (politik).

Sabtu, 14 Mei 2011

STRES


Apa itu stress ?



Sarafino (1998), stres muncul akibat terjadinya kesenjangan antara tuntutan yang dihasilkan oleh transaksi antara individu dan lingkungan dengan sumber daya biologis, psikologis atau sistem sosial yang dimiliki individu tersebut.

Stres merupakan penekanan pada peristiwa-peristiwa dan situasi-situasi negatif yang dialami individu yang dapat menimbulkan sfek yang tidak teratur pada perilakunya, (Lahey & Ciminero, 1998).

Memang, dalam kondisi stress tubuh langsung menyesuaikan diri terhadap tekanan yang datang. Inilah sebabnya banyak dikatakan bahwa stress yang melebihi daya tahan atau kemampuan tubuh biasanya. Akan tetapi, penyesuaian tubuh ini dapat menyebabkan gangguan baik fisik maupun psikis.

Adanya hormon adrenalin dan hidrokortison yang dihasilkan sebagai reaksi tubuh terhadap stress bila berlebihan dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan rangkaian reaksi dari organ tubuh yang lain. Penelitian di AS menemukan, enam penyebab utama kematian yang erat hubungannya dengan stress adalah penyakit jantung koroner, kanker, paru-paru, kecelakaan, pengerasan hati dan bunuh diri. Penyakit dan kondisi yang berat-berat, kan?


Penyebab Stres

Stres muncul ketika seseorang melakukan penyesuaian diri terhadap suatu peristiwa atau situasi. Akan tetapi tidak semua peristiwa atau situasi dapat menimbulkan stress. Ada dua faktor yang mengakibatkan suatu situasi atau peristiwa menimbulkan stres yaitu yang berhubungan dengan situasi yang dialami oleh individu (Lazarus dalam Safarino, 1998).

Situasi atau peristiwa yang berhubungan dengan individu dapat berupa kondisi tertentu dalam lingkungan yang merusak jaringan dalam tubuh, seperti hawa panas/ dingin yang berlebihan, luka atau penyakit. Keadaan sakit menyebabkan munculnya tuntutan pada sistem biologis dan psikologis individu, dimana derajat stres yang akan timbul karena tuntutan ini tergantung pada keseriusan penyakit dan umur individu tersebut.

Sementara yang berhubungan dengan situasi yang dialami individu dapat berupa pertahanan anggota keluarga, perceraian, kematian dalam keluarga, pekerjaan serta keadaan lingkungan (Safarino, 1998).


Dampak Stres pada Kesehatan

Stres mempengaruhi kesehatan dalam dua cara. Cara pertama, perubahan yang diakibatkan oleh stres secra langsung mempengaruhi fisik sistem tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Cara kedua, secra tidak langsung stres mempengaruhi perilaku individu sehinggga menyebabkan timbulnya penyakit atau memperburuk kondisi yang sudah ada (Baum dalam Safarino, 1998).


Strategi Mengatasi Stres

Mengurangi tingkatan stres mengakibatkan berkurangnya resiko memburuknya atau kambuhnya suatu penyakit. Sealin itu keadaan yang diakibatkan oleh kondisi stres seringkali menimbulkan perasaan tidak nyaman. Oleh karena itu. Oleh karena itu, manusia termotifasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres yang disebut juga dengan coping. Coping merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengatur stres, kesulitan dan tantangan yang dialaminya (Blair, 1998).


Pencegahan

Tips untuk mencegah stress:

  • Rencanakan perubahan-perubahan besar dalam kehidupan anda dalam jangka lama dan beri waktu secukupnya bagi diri anda untuk menyesuaikan dari perubahan satu ke yang lainnya
  • Rencanakan waktu anda dengan baik. Buat daftar yang harus dikerjakan dan dilaksanakan sesuai urutan prioritas
  • Buat keputusan dengan hati-hati. Pertimbangkan masak-masak segi baik atau buruk sebelum memutuskan sesuatu
  • Bangun suatu sistim pendorong yang baik dengan cara banyak berteman dan mempunyai keluarga yang bahagia. Mereka akan selalu bersama anda dalam setiap kesulitan.
  • Jaga kesehatan, makan dengan baik, tidur cukup dan latihan olah raga secara teratur
  • Rencanakan waktu untuk rekreasi
  • Teknik relaksasi seperti napas dalam, meditasi atau pijatan mungkin bisa membantu menghilangkan stress.
  • Berolahragalah, bisa berupa aerobic; paling sedikit 3 kali dalam satu minggu, selama 20-45 menit.
  • Tingkatkan makan makanan yang kaya akan karbohidrat (buah-buahan, sayuran, dan padi-padian) dan kurangi konsumsi gula dan makanan yang telah dimurnikan.
  • Kurangi konsumsi kopi, teh, dan alkohol.
  • Di pagi hari bukalah jendela kamar, dan mulailah hari Anda dengan mengambil napas dalam-dalam, dan ulangilah bila Anda sedang mengalami stress.
  • Pertahankan hubungan baik dengan keluarga anda.
  • Tetap pelihara hubungan dengan teman-teman anda.
  • Gunakan waktu anda sebaik-baiknya dengan melakukan hobi anda atau melakukan sesuatu untuk orang lain.
  • Pertahankan agar pikiran anda tetap aktif dengan mengikuti hal-hal yang baru.

Kegiatan ini akan menyegarkan pikiran Anda dengan merilekskan pikiran dan tubuh Anda.


Apa Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan?


Dalam kaitannya dengan dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prawitasari, 1989) mengajukan dua pengandaian:

  1. Stress dihasilkan oleh proses dinamik ketikaorang berusaha mempeoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan.
  2. Bahwa variable transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress lpsikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan.

Dua ahli lain yaitu Lazarus dan Folkman (dalam Baron dan Byrne, 1991) mengidentifikasikan stress lingkungan sebagai ancaman-ancaman yang dating dari dunia sekitar.

Fontana (1989), menyebutkan bahwa stress lingkungan berasal dari sumber yang berbeda-beda seperti tetangga yang rebut, jalan menuju bangunan tempat kerja yang mengancam nilai atau kenikmatan salah satu milik/kekayaan, dan kecemasan financial atas ketidakmampuan membayar pengeluaran-pengeluaran rumah tangga.

Singer dan Baum (dalam Evans, 1982) menarikan stress lingkungan dalam tiga faktor, yaitu:

1. stressor fisik (misalnya suara)

2. penerimaan individu terhadap stressor yang dianggap sebagai ancaman

3. Dampak stressor pada organisme



Apakah Stres Bisa Mempengaruhi Perilaku Dalam Lingkungan?




Tentu bisa, menurut Veitch dan Arkkelin (1995) stres dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran, sehingga akan bertemu dengan stressor, menjadi sadar akan bahaya, memobilisasi usaha untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat gagal atau berhasil dalam beradaptasi. Ketika suatu stresor kita evaluasi, kita seleksi strategi-strategi untuk mengatasinya, kita lakukan “pergerakan-pergerakan” tubuh secara fisiologis dan psikologis untuk melawan stresor, dan lalu mengatasinya dengan suatu tindakan . jika coping behavior (perilaku penyesuaian diri) ini berhasil, maka adaptasi akan meningkat dan pengaruh stres akan menghilang. Sementara jika coping behavior gagal, maka stres akan menerus, pembangkitan fisik dan fisiologis tidak dapat dihindari sehinga penyakit fisik akn menyerang.

Ketika tidak mengalami stres, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. dalam keadaan seperti ini, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stres. bahka suatu stres terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan. Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior.
Elemen-elemen lingkungan yang dapt mempengaruhi proses terjadinya ketidakseimbangan maupun keseimbangan dalam kaitan manusia dengan lingkungannya. Kita dapat merasakan suara di bawah kondisi tertentu dapat dipersepsi sebagai kebisingan dan bagaimana persepsi ini mempengaruhi respon psikologis dan fisiologis terhadap sumber kebisingan.

Contoh kasus :

1. Stress karena teman kerja : misalnya teman kerja yang tidak sejalan dengan pemikirannya dengan kita dan juga teman kerja yang hanya bisa mengadu domba kita di depan bos.

2. Stress karena anak-anak : misalnya anak-anak yang baru bisa berjalan membuat pikiran pusing, atau permintaan anak yang sangat banyak saat mereka masuk masa ABG.

3. Stress karena pengaturan tempat tinggal setempat: misalnya ketua RT yang memimpin tanpa lihat kondisi dan situasi warganya.

4. Tekanan- tekanan lingkungan.

Minggu, 24 April 2011

TERITORIALITAS, PRIVASI DAN RUANG PERSONAL

NAMA : GISKA ARINDRA

KELAS : 3PA06

NPM : 10508093




A. TERITORIALITAS


1. Definisi Teritorialitas


Holahan (dalam Iskandar, 1990) mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain.


Teritorial merupakan suatu pola tingkah laku yang berhubungan dengan kepemilikan atau hak seseorang atau kelompok orang atas personalisasi dan juga merupakan pertahanan terhadap gangguan dari luar.


Pembentukan kawasan teritotial adalah mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas batas-batasan antar diri dengan orang lain, maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tetap.


2. Karakter Teritorial


Menurut Lang (1987), terdapat 4 karakter dari territorial tersebut yaitu meliputi:

1. Kepemilikan atu hak dari suatu tempat

2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu

3. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar

4. Pengatur dari berbagai fungsi , mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan – kebutuhan estetika


3. Territorial dapat di bagi menjadi beberapa bagian yang meliputi:


a. Teritorial Primer

Territorial yang dipergunakan untuk secara khusus dari kepemilikannya.


b. Teritorial Sekunder

Territorial yang dipergunakan untuk setiap orang dengan pemakaian dan pengontrolan oleh perorangan.


c. Teritorial Umum

Territorial yang dipergunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana territorial umum itu berada.


Altman membagi teritorialitas berdasarkan derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian menjadi tiga; teritori primer, teritori sekunder, dan teritori publik:

1. Teritori primer, adalah tempat-tempat yang sangat pribadi sifatnya, hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah mendapatkan izin khusus. Jenis teritori ini dimiliki serta dipewrgunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.

Contoh : pekarangan, ruang tidur, ruang kerja.


2. Teritori sekunder, adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Sifat territorial sejunder adalah semi-publik.

Contoh : toilet, sirkulasi lalu intas di dalam kantor


3. Teritori publik, adalah tempat-tempat yang terbuka untuk umum. teritorial umum dapat digunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Pada prinsipnya setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat tersebut.

Contoh : gednung bioskop, ruang kuliah, pusat perbelanjaan dll


4. Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dominasi, koordinasi dan kontrol.


a). Personalisasi dan penandaan.

Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran teritorialitas. Seperti membuat pagar batas, memberi nama kepemilikan. Penandaan juga dipakai untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik atau naungan.


b). Agresi.

Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras bila terjadi pelanggaran di teritori primernya dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi diruang publik. Agresi bisa terjadi disebabkan karena batas teritori tidak jelas.


c). Dominasi dan Kontrol.

Dominasi dan kontrol umumnya banyak terjadi di teritori primer. Kemampuan suatu tatanan ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi penting.


5. Teritori sebagai perisai perlindungan.

Banyak individu atau kelompok rela melakukan tindakan agresi demi melindungi teritorinya, maka kelihatannya teritori tersebut memiliki beberapa keuntungan atau hal yang dianggap penting. Kebenaran dari kalimat ” Home Sweet Home”, telah diuji dalam berbagai eksperimen. Penelitian mengenai teritori primer, skunder, dan publik menunjukkan, bahwa orang cenderung merasa memiliki kontrol terbesar pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder maupun teritori publik. Ketika individu mempresepsikan daerah teritorinya sebagai daerah kekuasaannya, itu berarti mempunyai kemungkinan untuk mencegah segala kondisi ketidak nyamanan terhadap teritorinya.

Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan kebutuhan penghuninya untuk memanfaatkan teritori yang dimilikinya.


B. Privasi

adalah Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (DibyoHartono, 1986). Privasi adalah salah satu konsep dari gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya, dimana konsep ini amat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas.


Konsep ‘privacy’ dalam arsitektur bisa diartikan sebagai suatu kebutuhan manusia untuk menikmati sebagian dari kehidupan sehari-harinya tanpa ada gangguan baik langsung maupun tidak langsung oleh subjek lain. Hal ini dinyatakan dalam suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari pihak luar. Jadi jelas ada batasan-batasan fisik untuk mencapainya.


Beberapa definisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekankan pada kemampuan seseorang atau kelompok dalam mengontrol interaksi panca inderanya dengan pihak lain. Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar dengan berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain, dengan cara mendekati atau menjauhinya. Lang (1987) berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola perilaku dalam konteks budaya dan dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu. Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan dan sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Dan jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja. Hal ini agak berbeda dengan yang dikatakan oleh Marshall (dalam Wrightman & Deaux, 1981) dan ahli-ahli lain (seperti Bates, 1964; Kira, 1966 dalam Altman, 1975) yang mengatakan bahwa privasi menunjukkan adanya pilihan untuk menghindarkan diri dari keterlibatan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya.


Altman (1975), hampir sama dengan yang dikatakan Rapoport, mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Definisi ini mengandung beberapa pengertian yang lebih luas. Pertama, unit sosial yang digambarkan bisa berupa hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan seterusnya. Kedua, penjelasan mengenai privasi sebagai proses dua arah; yaitu pengontrolan input yang masuk ke individu dari luar atau output dari individu ke pihak lain. Ketiga, definisi ini menunjukkan suatu kontrol yang selektif atau suatu proses yang aktif dan dinamis.


Altman (1975) menjabarkan beberapa fungsi privasi . Pertama, privasi adalah pengaturdan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan orang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain. Privasi dibagi menjadi dua macam, yaitu privasi rendah yang terjadi bila hubungan dengan orang lain dikehendaki, dan privasi tinggi yang terjadi bila ingin menyendiri dan hubungan dengan orang lain dikurangi. Fungsi privasi kedua adalah merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain. Fungsi ketiga privasi adalah memperjelas identitas diri. Dalam hubungannya dengan orang lain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkannya. Ada saat-saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Untuk mencapai hal itu, ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut :


a). Perilaku verbal

Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya. Misalnya “Maaf, saya tidak punya waktu”.


b). Perilaku non verbal

Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang. Misalnya seseorang akan menjauh dan membentuk jarak dengan orang lain, membuang muka ataupun terus-menerus melihat waktu yang menandakan bahwa dia tidak ingin berinteraksi dengan orang lain. Sebaliknya dengan mendekati dan menghadapkan muka, tertawa, menganggukkan kepala memberikan indikasi bahwa dirinya siap untuk berkomunikasi dengan orang lain.


c). Mekanisme kultural

Budaya mempunyai bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma, yang ‘menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu.


Privasi memiliki 2 jenis penggolongan :


1. Golongan yang berkeinginan untuk tidak diganggu secara fisik.
a. Keinginan untuk menyendiri (solitude)
Misalnya ketika seseorang sedang dalam keadaan sedih dia tidak ingin di ganggu oleh siapapun.
b. Keinginan untuk menjauhkan dari pandangan atau gangguan suara tetangga / lalu lintas (seclusion), Misalnya saat seseorang ingin menenangkan pikirannya , ia pergi ke daerah pegunungan untuk menjauhkan diri dari keramaian kota.
c. Keinginan untuk intim dengan orang-orang tertentu saja, tetapi jauh dari semua orang (intimacy)
Misalnya orang yang pergi ke daerah puncak bersama orang-orang terdekat seperti keluarga.


2. Golongan yang berkeinginan untuk menjaga kerahasiaan diri sendiri yang berwujud dalam tingkah laku hanya memberi informasi yang dianggap perlu.
a. Keinginan untuk merahasiakan jati diri
b. Keinginan untuk tidak mengungkapkn diri terlalu banyak kepada orang lain
c. Keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga


v FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIVASI


a) Faktor personal. Marshall (dalam Gifford, 1 987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy. Sementara itu Walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi. Dalam sebuah penelitian pada para penghuni asrama ditemukan bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam merespon perbedaan keadaan antara ruangan yang berisi dua orang dengan ruangan yang berisi tiga orang. Dalam hubungannya dengan privasi, subjek pria lebih memilih ruangan yang berisi dua orang, sedangkan subjek wanita tidak mempennasalahkan keadaan dalam dua ruangan tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila dihadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi.


b) Faktor Situasional. Beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyendiri (Gifford, I987). Penelitian Marshall (dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh setting rumah. Seting rumah di sini sangat berhubungan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antar rumah dan banyaknya tetangga sekitar rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak rumah lain di sekitarnya dari jendela dikatakan memiliki kepuasan akan privasi yang lebih besar.


c) Faktor Budaya. Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa pada tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987). Dua buah studi tersebut antara lain akan disajikan pada alinea-alinea berikut. ‘ Tidak terdapat keraguan bahwa perbedaan masyarakat menunjukkan variasi yang besar dalam jumlah privasi yang dimiliki anggotanya. Dalam masyarakat Arab, keluarga-keluarga menginginkan tinggal di dalam rumah dengan dinding yang padat dan tinggi mengelilinginya (Gifford, 1987). Hasil pengamatan Gifford (1987 ) di suatu desa di bagian Selatan India menunjukkan bahwa semau keluarga memiliki rumah yang sangat dekat satu sama lain, sehingga akan sangat sedikit privasi yang diperolehnya. Orang-orang desa tersebut merasa tidak betah bila terpisah dari tetangganya. Sejumlah studi menunjukkan bahwa pengamatan yang dangkal seringkali menipu kita. Kebutuhan akan privasi barangkali adalah sama besamya antara orang Arab dengan orang India. Studi Patterson dan Chiswick (dalam Gifford, 1987) di bawah ini menggambarkan privasi masyarakat Iban, Serawak, Kalimantan. Orang-orang Iban tinggal di rumah panjang Dengan privasi yang (diduga) kurang, dimana kesempatan untuk menyendiri atau keintiman ada di belakang pintu-pintu yang tertutup. Apakah orang-orang Iban memiliki privasi yang amat memprihatinkan? Atau apakah mereka tidak membutuhkan privasi ? Patterson dan Chiswick menemukan orang Iban tampaknya membutuhkan privasi kira-kira sebanyak yang kita butuhkan, akan tetapi mereka melakukannya dengan mekanisme yang berbeda. Mekanisme-mekanisme ini adalah suatu kesepakatan sosial. Sebagai contoh, orang Iban memiliki cara khusus untuk berganti pakaian di daerah yang bersifat publik dengan cara yang sederhana. Terdapat aturan-aturan bagi anak-anak untuk mengurangi hal-hal yang tidak dinginkan dalam hubungannya dengan orang dewasa. Rumah panjang itu tertutup bagi anak-anak dalam banyak kesempatan. Pada saat mulai pubertas, ruang tidur anak mulai dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya. Geertz dalam suatu presentasi seminar seperti yang disebutkan oleh’Westin pada tahun 1970 (dalam Altman, 1975) menerangkan privasi keluraga pada masyarakat Jawa dan Bali.


Di Jawa, orang tinggal di rumah kecil dengan dinding dari bambu. Hampir semua rumah terdiri dari keluarga inti tunggal, yang terdiri dari ibu, ayah, dan anak yang belum menikah… Rumah-rumah berhadapan dengan jalan dengan halaman yang bersih di depan rumahnya. Tidak terdapat dinding atau pagardi sekeliling rumahnya, dinding- dinding (bambu) rumahnya tipis dan dianyam secara longgar, dan umumnya bahkan tanpa pintu. Di dalam rumah orang bebas untuk berlalu-lalang, bahkan orang luar dapat pula bebas berlalu-lalang di dalam rumah sepanjang hari atau pada sore hari. Singkatnya, privasi menurut isilah kita adalah tentang ketidaktertutupan yang diperoleh. Anda dapat berjalan bebas menuju privasi dimana pria dan wanita tidur berbaring (dalam keadaan berpakaian tentunya). Bila anda memasuki dari belakang ataupun dari depan rumah, maka anda akan menerima lebih banyak peringatan daripada sambutan yang yang akan mempermalukan kehadiran anda. Hasilnya adalah pertahanan mereka yang lebih bersifat psikologis. Hubungan–hubungan di dalam rumah tangga bahkan sangat terkendali: orang berbicara pelan, menyembunyikan perasaannya, dan apabila anda menjadi bagian dari keluarga Jawa, maka akan memiliki perasaan bahwa anda seperti berada di suatu alun-alun tetapi harus berperilaku sopan-santun yang sepantasnya. Orang Jawa menutup dirinya terhadap orang lain dengan suatu “dinding etiket” (di mana sopan-santun adalah hal yang dijaga dengan baik), dengan emosi yang terkendali, dan umumnya dengan kekurangterusterangan dalam kata dan tindakan. Hal ini tidak berarti bahwa orang Jawa tidak menginginkan atau tidak memiliki nilai privasi. Akan tetapi mereka memiliki semacam mekanisme untuk mengatur penghalang secara flsik dan sosial terhadap orang luar yang masuk secara fisik menuju rumah tangga mereka. mereka harus mengatumya secara psikologis dengan cara yang berbeda. Di Bali orang tinggal di dalam halaman rumah yang dikelilingi oleh dinding batu yang tinggi, di mana pintu masuknya sempit terbuat dari balok kayu yang dipotong setengahnya. Di dalam halaman tersebut tinggal beberapa keluarga inti (atau dalam istilah Antropologi disebut sebagai “patrilineal extended family “). Keluarga seperti itu. bisa terdiri dari satu atau belasan keluarga inti dengan anggota-anggotanya seperti pada keluarga Jawa, dimana para pemimpinnya adalah sanak saudara dari sistem patrilineal seperti: ayah, dua anak laki-lakinya yang sudah menikah, dua saudara laki- lakinya yang sudah menikah, ayahnya, Sangat kontras keadaannya dengan Jawa, orang yang bukan sanak saudaranya hampir tidak pernah memasuki halaman rumah. Di dalam halaman yang seperti benteng. orang luar lebih baik tidak terdorong untuk memasukinya. Sanak saudara lain boleh datang memasuki halaman untuk membicarakan sesuatu, dan dalam beberapa kasus satu atau dua orang tentan dekat boleh melakukan hal itu. Kecuali dari itu bila anda berada di dalam halaman rumah anda, maka anda bebas dari publik. Hanya keluarga dekat yang berada di sekeliling anda. Geertz kemudian mengatakan bahwa karakter rumah Orang Bali adalah: Sesuatu yang amat hangat, humor, dan terbuka..Sesegera orang Bali melangkahkan kakinya ke pintu keluar menuju kejalan, melewati alun-alun, pasar, dan candi-candi. Ia menjadi lebih atau kurang seperti orang Jawa.


v PENGARUH PRIVASI TERHADAP PERILAKU


Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan hams berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri. Maxine Wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang tentang dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakkan. Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap infomasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain. Keterbukaan membantu individu untuk menjaga jarak psikologis yang pas dengan orang lain dalam banyak situasi.


Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke Dalam privasi (privasi tinggi) dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang “sulit”. Sementara hal yang senada diungkapkan oleh Westin bahwa saat-saat kita mendapatkan privasi seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari-hari. Selain itu, privasi juga berfungsi mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila kita tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, kita akan memberikan informasi yang negatif tentang kompetensi pribadi kita (Holahan, 1982) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi (Sarwono, 1992).


Menurut Westin (dalam Holahan, 1982) dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (privasi autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.


Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis Dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial; kedua, privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.


Menurut Fisher dkk. (1984), salah satu aspek yang sangat penting dari desain ruang dalam ialah jumlah privasi yang disediakan. Kita kadangkala membutuhkan nya agar dapat “pergi dari semuanya”. Desain arsitektur dapat dilakukan dengan menambah atau mengurangi kemudahan orang melakukan hal tersebut. Pada beberapa seting sulit bagi kita untuk “menyendiri”, sementara pada seting yang lain hal ini lebih mudah. Misalnya, asrama yangmenempatkan satu mahasiswa di suatu kamar akan meningkatkan lebih banyak privasi daripada dua orang di satu kamar. Demikian pula, pemanfaatan pembatas di sekitar daerah kerja seseorang dapat menambah kesan privasi tempat tersebut. Tidak demikian halnya dengan Altman (1975) yang berpendapat bahwa privasi adalah konsep sentral, yang berbeda dengan pandangan tradisional. Sebelumnya privasi dilihat sebagai proses dari keinginan untuk menjadi sendirian sampai keinginan untuk pergi dari orang lain (sebagaimana pendapat Fisher dkk. di atas). Para praktisi berdasarkan pendapat tersebut seringkali menterjemahkannya dalam rancangan pada area tersendiri di dalam rumah atau di tempat lain. Dalam pandangan Altman, privasi memiliki pendekatan yang lebih jauh, yaitu sebagai “perubahan dari proses pengaturan pembatas diri atau orang lain terhadap seseorang atau kelompok, dari keinginan untuk terpisah dari orang lain pada suatu saat sampai keinginan untuk berhubungan dengan orang lain pada saat yang lain”.


Altman menggambarkan privasi sebagai proses dialektika, dimana dihadirkan dua hal: sesuatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain dan sesuatu keinginan untuk menghindari orang lain; dengan cara yang dominan pada saat tertentu dan pada saat yang lain menjadi lebih kuat. Sebagai gambaran ringkasnya adalah ketika seseorang menjadi sendirian untuk jangka waktu yang terlalu lama (isolasi) dan menjadi satu atau bersama-sama dengan orang lain dalam jangka waktu yang terlalu lama juga adalah sesuatu hal yang tidak menyenangkan. Untuk menterjemahkan pandangan ini ke dalam desain praktis adalah hal yang tidak mudah. Prinsip umum yang kita pakai adalah merancang suatu lingkungan yang responsif, yang memungkinkan kemudahan bagi keterpisahan maupun kebersamaan. Suatu mangan seyogyanya responsif terhadap perubahan keinginan pemakainya untuk berhubungan atau tidak berhubungan dengan orang lain sesuai dengan kebutuhan. Lingkungan yang menekankan kemungkinan sedikitnya interaksi atau justru kemungkinan lebih banyak menerima informasi adalah lingkungan yang dianggap statis dan tidak responsif terhadap perubahan kebutuhan privasi. Seorang perancang hendaknya mencoba menciptakan lingkungan yang memungkinkan adanya perbedaan tingkat kendali dalam hubungannya dengan orang lain. Salah satu contoh adalah pintu, yang merupakan contoh sederhana dari desain yang responsive dan memungkinkan pengaturan interaksi sosial. Terbukanya pintu berarti suatu keinginan untuk kontak sosial, sedangkan tertutupnya pintu berani keinginan untuk tidak berhubungan dengan orang lain (Altman, 1975). Pada hakikatnya, dinding-dinding dan pintu-pintu yang disediakan oleh rumah kita besar kemungkinannya adalah mekanisme paling umum yang sesungguhnya kita gunakan untuk mengelola privasi. Bahkan beberapa studi melaporkan bahwa terdapat hubungan antara individu dengan privasinya melalui faktor eksterior-(mang luar), seperti ukurannya yang besar atau jaraknya yang lebar dengan tetangga. Jika suatu rumah berukuran besar, maka privasi bukanlah menjadi masalah, kecuali jika karena terlalu besamya rumah dengan sedikitnya jumlah anggota keluarga justru akan menjadikan anggota keluarga menjadi terisolasi dan teralinasi satu sama lain (Gifford, 1987). Lang Sependapat dengan Altman, Lang (1987) melihat bahwa penggunaan dinding, tirai pembatas, j arak, ataupun pembatas teritorial secara simbolis atau nyata, merupakan mekanisme untuk mencapai privasi dimana seorang perancang dapat mengembangkannya dalam berbagaimacam cara. Pennukaan dinding dengan berbagai macam sifat seperti tembus’ cahaya, tembus pandang, atau tembus suara akan dapat menghubungkan jalannya informasi dari suatu tempat ke tempat lain, atau dari yang kurang privasinya ke yang lebih banyak privasinya. Suatu desain rumah tinggal dapat mempengaruhi perasaan privasi secara langsung ialah dengan cara meningkatkan atau mengurangi kemungkinan melihat dan dilihat oleh orang lain. Ini mengacu kepada penyerapan visual, dimana kesan privasi lebih sulit dicapai ketika orang masih bisa dilihat. Jika anda hidup di rumah kaca dan bisa melihat orang di luar atau sebaliknya, perasaan privasi anda akan lebih kecil dibandingkan jika anda dapat menghalanginya. Sesuai dengan hal ini, suatu penelitian menunjukkan bahwa pembatas yang menghalangi pandangan orang lain akan mengurangi pengaruh orang tersebut sementara pembatas yang tidak menutup pandangan (misalnya panel tembus pandang) tidak mengurangi pengaruh orang lain (Fisher dkk., 1984). Tetapi apakah privasi dapat dicapai hanyadengan pembatas fisik yang mengalangi penglihatan saja ?Salah satu studi menarik pemah dilakukan oleh Leo Kuper (dalam Lang, 1987) terhadap pengembangan rumah-rumah di Inggris. Dalam studinya terhadap rumah kopel, Kuper menemukan bahwa para penghuni mendapati kesulitan dalam mencapai privasi, karena walaupun privasi secara visual mereka tercapai tetapi tidak demikian halnya dengan privasi secara pendengaran. Pengaturan dinding tidak mencukupi untuk mencapai privasi, lokasi pintu seperti itu membuat sulit untuk menempatkan posisi tempat tidur. Para penghuni mengeluh bahwa mereka mendengar terlalu banyak apa yang terjadi pada tetangga mereka dan agaknya kehadiran tetangga akan menghalangi perilaku mereka sendiri. Privasi dalam Konteks Budaya. Menurut Altman (1975) “privasi keluarga” di dalam rumah pada rumah-rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat umunya dijadikan tempat untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Rumah-rumah di sana, menggunakan ruang-ruang tertentu seperti ruang baca, ruang tidur, dan kamar mandi sebagai tempat untuk meyendiri dan tempat untuk berpikir. Dengan cara itu seseorang yang tidak memiliki cukup ruang di dalam rumah dapat memperoleh privasi secara maksimal. Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi tunggal, sebagai ruang untuk berinteraksi secara terbatas atau sebaliknya secara berlebihan, tetapi bukan untuk fungsi keduanya sekaligus. Oleh karena itu, untuk mencapai privasi yang berbeda kita harus pergi ke su atu tempat lain. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki ruang yang sama untuk beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan kebutuhan kita. Untuk berubahnya kebutuhan, kita tidak perlu mengubah tempat. Prinsip ini telah dipakai oleh orang Jepang, dimana di dalam rumah dinding dapat dipindah-pindahkan ke luar dan ke dalam ruangan. Satu area yang sama kemungkinan dapat difungsikan untuk makan, tidur, dan interaksi sosial dalam waktu yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan yang mudah diubah-ubah tersebut adalah cara agar lingkungan tersebut fleksibel terhadap perubahan kebutuhan pivasi.


C. RUANG PERSONAL



1. Pengertian Ruang Personal


Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz, pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991).



Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah di sekeliling seseorang deangan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak atau daerah di sekita individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.



Ruang personal adalah ruang di sekeliling individu yang selalu dibawa kemana saja orang pergi, dan orang akan merasa tergangu jika ruang tersebut diinterferensi (Gifford, 1987). Artinya, kebutuhan terhadap ruang personal terjadi ketika orang lain hadir. Ketidakhadiran orang lain, kebutuhan tersebut tidak muncul. Ruang personal biasanya berbentuk buble dan bukan semata-mata ruang personal tetapi lebih merupakan ruang interpersonal. Ruang personal ini lebih merupakan proses belajar atau sosialisasi dari orang tua. Seringkali orang tua terutama ibu atau anak diminta memberikan ciuman kepada saudaranya. Anak mempelajari aturan-aturan bagaimana harus mengambil jarak dengan orang yang sedah dikenal dan orang yang belum dikenalnya. Oleh karenanya, pengambilan jarak yang tepat ketika berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan ruang personal diri dan orang lain.



Fungsi ruang personal adalah untuk memndapatkan kenyamanan, melindungi diri, dab merupakan sarana komunikasi. Salah satu penelitian besar mengenai ruang personal dilakukan oleh Edward Hall yang bertu tersebut dikaitkan dengan aktivitas setting tersebut. Jika setting dirancangjuan meneliti ruang personal sebagai cara mengirimkan pesan. Menurut Hall, ada kebutuhan dasar manusia untuk mengelola ruang yang disebut dengan proxemics. Dengan memperhatikan jarak yang digunakan antar orang yang sedang berbicara, pengamat dapat menyimpulkan seberapa jauh kualitas hubungan interpersonal mereka. Jarak 0 – 45 cm dikategorikan sebagai jarak intim. Jarak personal dilakukan dalam jarak 3,5 – 7 meter. Jarak intim dilakukan oleh orang yang memang benar-benar mempunyai kualitas hubungan psikis sangat erat, jarak personal, dilakukan dalam berinteraksi dengan teman atau sahabat, jarak sosial dilakukan individu yang tidak dikenal atau transaksi bisnis, sedangkan jarak publik dilakukan oleh para public figure (Fisher, 1984; Gifford, 1997).



Apalagi teori ruang personal terhadap rancangan lingkungan fisik adalah apakah fungsi utama dari lingkungan fisik tersebut dikaitkan dalam setting tersebut. Jika setting dirancang untuk memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan model sosiofugal yang diperlukan, seperti ruang keluarga, ruang makan ataupun ruang tamu. Sebaliknya, jika setting dirancang untuk tidak memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan sosiopetal yang diperlukan seperti ruang baca di perpustakaan dan ruang konsultasi.



Ruang personal adalah ruang di sekitar individu yang tidak mengijinkan individu lain memasukinya (Holahan, 1982). Biasanya, ruang tersebut digambarkan sebagai gelembung yang tidak tampak, menyelimuti seseorang, dan dibawa kemana saja. Sifat lainnya adalah dinamis dan berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Namun demikian, ruang personal dikontrol kuat oleh seseorang. Jika terjadi pelanggaran, dianggap sebagai ancaman. Hal ini disebabkan oleh fungsi ruang personal adalah melindungi harga diri seseorang (Dosey & Meisels dalam Gifford, (1987), sehingga menurut teori beban lingkungan, stimulasi informasi tetap dalam kondisi optimal . Ruang personal bagi Altman (Brigham, 1991) merupakan salah satu upaya meningkatkan privasi. Cara memperoleh ruang personal dengan merancang bangunan fisik yang menghambat interaksi sosial (latar sosiopetal). Latar sosiopetal terlihat pada meja makan yang dikelilingi tempat duduk yang saling menatap, sedangkan latar sosiofugal terlihat pada tempat duduk di ruang tunggu pelabuhan udara (Osmond dalam Gifford, 1987).



Banyak penelitian tentang jarak proksemik yang telah dilakukan, varian yang didapat antara lain jarak intim (0 – 0,45 m), jarak pribadi (0,45 – 1,2 m), jarak sosial (1,2 – 3,6 m), jarak publik (>3,6 m). Jika dibagi menjadi subfase pada masing-masing jaraknya, akan didapat hal sebagai berikut :


• Jarak intim
Fase dekat (0-15 cm) : perlindungan dan kasih sayang, pandangan tidak tajam, tidak perlu suaraü
Fase jauh (15-45ü cm) : jarak sentuh, tidak layak di muka umum, pandangan terdistorsi, bau tercium, suara berbisik.



• Jarak pribadi
Fase dekat (0,45-0,75 m) : mempengaruhi perasaan, pandangan terganggu, fokus lelah, tekstur jelas.ü
Fase jauh (0,75-12 m) ; pembiacaraan soal pribadi, pandangan baik, suara jelas atau perlahan.ü



• Jarak sosial
Fase jauh (2,1-3,6 m) : melihat diri formalitas.ü
Fase dekat (1,2-2,4 m) : dominasi dan kerja sama.ü



• Jarak publik
Fase jauh (ü>7,5 m) : pembicara dengan audiens.
Fase dekat (3,6-7,5 m) : belum saling kenal.ü



Studi menunjukkan bahwa perbedaan individu dan situasi selain menentukan jarak personal juga mempengaruhi orientasi tubuh seseorang terhadap orang lain. Salah satunya adalah variabel jenis kelamin, misalnya laki-laki menyukai berhadapan (muka-muka) dengan orang yang disukainya, sementara perempuan lebih suka memilih posisi bersebelahan.



Hal ini dibuktikan oleh penelitian Byne, Baskett, dan Hodges (1971) yang melakukan eksperimen, dimana subjek laki-laki dan perempuan dimasukkan ke dalam ruang yang memiliki posisi duduk bersebelahan dan berhadapan dan terdiri dari dua kelompok orang ; yang disukainya dan yang tidak disukainya. Subjek perempuan memilih duduk bersebelahan dengan kelompok yang disukainya.



2. Ruang Personal dan Perbedaan Budaya


Dalam studi lintas budaya yang berkaitan dengan ruang personal, Hall (dalam Altman, 1976) mengamati bahwa norma dan adat istiadat dari kelompok budaya dan etnik yang berbeda akan tercermin dari penggunaan ruangnya, susunan perabot, konfigurasi tempat tinggal dan orientasi yang dijaga oleh individu satu dengan individu lainnya. Contohnya, orang Jerman lebih sensitif terhadap gangguan, memiliki gelembung ruang personal yang lebih besar dan lebih khawatir akan pemisahan fisik ketimbang orang Amerika. Orang-orang Perancis berinteraksi dengan keterlibatan yang lebih dalam. Kebiasaan mereka berupa rasa estetika terhadap fashion merupakn bagian dari fungsi gaya hidup dan pengalaman.


Daftar Pustaka :


- West, Richard. 2007. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi ke 3. Penerbit : Salemba Humanika


- Prabowo, Hendro.1998. Arsitektur,Psikologi dan Masyarakat. Penerbit : Universitas Gunadarma


- elearning.gunadarma.ac.id/...psikologi_lingkungan/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf.
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/...lingkungan/bab6-privasi.pdf



- Anonim. (2003). Bab 2 Kajian Pustaka. http://repository.upi.edu/operator/upload/s_e0151_044161_chapter2.pdf. 19 April 2011.



- Fadilla Helmi, Avin. (1999). Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf. 19 April 2011.