Minggu, 27 Maret 2011

KEPADATAN DAN KESESAKAN LINGKUNGAN

KEPADATAN DAN KESESAKAN LINGKUNGAN


1. Definisi kepadatan dan kesesakan


Kepadatan dan kesesakan adalah dua dari beberapa konsep gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya yang memiliki dampak cukup besar. Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di dunia tidak terbatas.

Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di dunia pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak Negara (misalnya : Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang bersifat fisik maupun psikis dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan social yang nyata dalam perspektif psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk adalah semakin banyaknya orang yang mengalami stres dan berperilaku agresif destruktif.


a. Kepadatan (density)

Menurut Sundstrom, Kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan. Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruangtertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).


Akibat kepadatan tinggi

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada di dalamnya. Stressor lingkungan, menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupaka salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit, atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat. Kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial, maupun psikis.

Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain.

Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja.


Akibat secara psikis, antara lain:

a. Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress.

b. Menarik diri. Kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

c. Perilaku menolong (perilaku prososial). Kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal.

d. Kemampuan mengerjakan tugas. Situasi padat menurunkan kemampuan inividu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu.

e. Perilaku agresi. Situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi


b.Kesesakan (crowding)

Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.


Teori-teori kesesakan

a. Teori Beban Stimulus

Kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan.


b. Teori Ekologi

Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sidat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbale balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.

Analisis terhadap setting meliputi:

1) Maintenance Minimum, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung.

2) Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut

3) Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Performer : jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami dan isteri

Non-performer: yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga.

4) Teori Kendala Perilaku

Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat. Menurut teori ini, bila timbul gangguan terhadap kebebasan berperilaku, maka orang akan cenderung untuk membentuk semacam sikap penolakan psikologis. Hal tersebut berhubungan dengan campur tangan social atau hambatan-hambatan terhadap perilaku yang berupa aktivitas-aktivitas dari orang-orang di lingkungan sekitar.


Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan


a. Factor personal

terdiri dari control pribadi dan locus of control, budaya, pengalaman, dan proses adaptasi, serta jenis kelamin dan usia.


1) Kontrol pribadi dan locus of control

Kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran control pribadi di dalamnya (dalam Worchel dan Cooper, 1983). Individu yang mempunyai locus of control internal, yaitu kecenderungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaan yang ada di dalam dirinyalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya, diharapkan dapat mengendalikan kesesakan yang lebih baik daripada individu yang mempunyai locus of control eksternal (Gifford, 1987).


2) Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi

Sundstrom (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalam kondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap strs akibat kesesakan yang dialami.

Menurut Yusuf (1991) keadaan-keadaan kepadatan yang tinggi yang menyebabkan kesesakan justru akan menumbuhkan kreativitas-kreativitas manusia untuk melakukan intervensi sebagai upaya untuk menekan perasaan sesak tersebut.


Pada masyarakat Jepang, upaya untuk menekan situasi kesesakan adalah dengan membangun rumah yang ilustratif, yang dindingnya dapat dipisah-pisahkan sesuai dengan kebutuhan sesaat, serta untuk mensejajarkan keadaanya dengan ruang dan wilayah yang tersedia. Bentuk kreativitas bangsa Jepang lain yang merupakan upaya untuk menekan kesesakan dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang sifatnya miniature.


3) Jenis Kelamin dan usia

Menurut Loo (dalam Gove dan Hughes, 1983) dan Holahan (1982) gejala reaktif terhadap kesesakan juga lebih terlihat pada individu yang usianya lebih muda disbanding yang leih tua.


b. Faktor Sosial

Faktor-faktor social yang berpengaruh tersebut adalah:

1) Kehadiran dan perilaku orang lain

Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain.


2) Formasi koalisi

Keadaan ini didasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan social akan dapat meningkatkan kesesakan. Keadaan negative yang muncul dapat berupa stress, perasaan tidak enak, dan kehilangan control, yang disebabkan karena terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987)


3) Kualitas hubungan

Menurut Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) kesesakan sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.


4) Informasi yang tersedia

Kesesakan dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelum dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah memounyai informasi tentang kepadatan.


c. Faktor fisik


1) Besarnya skala lingkungan

Kesesakan dipengaruhi oleh skala geografis yang digunakan untuk melihat situasi dan perbedaan factor pada masing-masing skala yang menyebabkan individu menyimpulkan bahwa dirinya merasa sesak.

2) Variasi arsitektural

Menurut Baum dan Valins (1977) ditemukan bahwa desain koridor yang panjang akan menimbulkan perilaku kompetitif, penarikan diri, rendahnya perilaku kooperatif, dan rendahnya kemampuan untuk mengontrol interaksi.


Solusi

Mengingat pentingnya fungsi rumah sebaiknya rumah dapat dirasakan sebagai suatu lingkungan psikologis yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penghuninya dan perlu dihindarkan rumah yang terlalu sempit. Penyempitan ruang individual dalam rumah akan menimbulkan berbagai macam permasalahan psikologis yang serius. Suasana tidak nyaman tersebut disebabkan oleh banyaknya anggota keluarga yang menempati rumah tersebut, banyaknya orang yang berlalu lalang di sekitar rumah, dan jarak antar rumah yang terlalu dekat, serta suara biasing yang mengganggu terus menerus. Kondisi ini jelas akan merugikan perkembangan psikologis anggota keluarga, terutama pada anak-anak dan remaja.


Adanya adaptasi yang bisa dilakukan oleh individu agar tercipta rasa nyaman, juga sikap prososial individu agar dapat diterima dalam pergaulan dan akan dirasakan kehadirannya oleh orang lain sehingga ia bisa beradaptasi dengan baik.


Dalam situasi kepadatan sosial tinggi, di antara subyek kurang saling mengenal dan dalam kondisi kompetitif; kehadiran orang lain dipersepsikan sebagai ancaman bagi subyek harga diri rendah. Hal ini disebabkan, penilaian primer subyek harga diri rendah adalah kurang percaya diri dan memandang orang lain lebih mampu (penilaian sekunder). Strategi koping yang dipilih adalah territorial. Melalui territorial kontrol personal dapat ditingkatkan (Sommers dalam Fisher et al., 1984), informasi dapat diseleksi, dan kebebasan memilih perilaku dapat dilakukan. Strategi adaptasi dan merupakan strategi adaptasi yang efektif (Helmi dan Ancok, 1995).

Rabu, 02 Maret 2011

HUBUNGAN LINGKUNGAN TERHADAP KEPRIBADIAN

lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian seseorang, khususnya lingkungan keluarga, kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Banyak hadis yang meriwayatkan pentingnya pengaruh keluarga dalam pendidikan anak dalam beberapa masalah seperti masalah aqidah, budaya, norma, emosional dan sebaginya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan lingkungannya. Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi atau Nasrani atau majusi”.

Perlu ditekankan bahwa lingkungan tidak seratus persen mempengaruhi manusia, karena Allah menciptakan manusia disertai dengan adanya ikhtiar dan hak pilih. Dengan ikhtiarnya, manusia bisa mengubah nasibnya sendiri. Dalam tulisan ini penulis ingin mencoba mengkaji peran lingkungan keluarga dalam pembentukan pribadi seseorang.

Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan dan potensi genetik seseorang dan ia berperan dalam menyiapkan fasilitas-fasilitas atau bahkan menghambat seseorang dari pertumbuhan.

Lingkungan jika dihadapkan dengan genetik ia adalah faktor luar yang berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan kepribadian seseorang baik itu faktor-faktor lingkungan pra kelahiran atau pasca kelahiran yang mencakup lingkungan alam, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial juga mencakup lingkungan keluarga, sekolah, mazhab dan sebaginya.

Pentingnya lingkungan

Lingkungan sosial manusia adalah faktor penting dalam pembentukan ciri khas kejiwaan dan norma manusia, bahasa dan adab serta kearifan lokal. agama dan mazhablah pada umumnya yang memaksakan lingkungan sosial terhadap manusia.

Syahid Mutahhari berkata, “manusia meskipun ia tidak bisa memisahkan hubungannya dengan genetik, lingkungan alam, lingkungan sosial dan sejarah zaman secara keseluruhan, akan tetapi ia mampu melawannya sehingga bisa membebaskan dirinya dari ikatan faktor-faktor ini. Dari satu sisi manusia dengan kekuatan akal dan ilmunya dan dari sisi lain dengan kekuatan ikhtiar dan imamnya ia mampu melakukan perubahan pada faktor-faktor ini. Faktor-faktor ini ia rubah sesuai dengan kemauannya, sehingga ia menjadi pemilik bagi nasibnya sendiri.oleh karena itu benar kalau kita katakan bahwasanya lingkungan memiliki peran mendasar dalam pembentukan kepribadian manusia akan tetapi bukan faktor penentu yang pasti karena manusia memiliki ikhtiar.

Kepribadian

Kata kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona atau personality yang berarti topeng. Akan tetapi sampai saat ini asal usul kata ini belum diketahui.

Konteks asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. hal ini diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam masyarakat. Pada dasarnya manusialah yang menyerahkan sebuah kepribadian kepada masyarakatnya dan masyarakat akan menilainya sesuai degan kepribadian tersebut.

Definisi kepribadian memiliki lebih dari lima puluh arti akan tetapi definisi kepribadian yang penulis maksud di sini adalah himpunan dan ciri-ciri jasmani dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan seseorang dengan orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda.

Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.

Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.

Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan.

Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak.

Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.

Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh.

Banyak hadis yang mengisyaratkan tentang pengaruh genetik dan lingkungan dalam pendidikan anak. Hadis yang mengisyaratkan tentang pengaruh genetik, “Orang yang bahagia adalah orang yang sudah bahagia semenjak ia berada di dalam perut ibunya dan orang yang celaka adalah orang yang sudah celaka semenjak ia berada di dalam perut ibunya”.

Hadis yang mengisyaratkan tentang pengaruh lingkungan: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi atau Nasrani atau majusi”.

Faktor-faktor ini (genetik dan lingkungan) secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan lebih keras.

Berdasarkan hadis Rasul saw yang mengatakan, “Anak adalah raja selama tujuh tahun pertama dan hamba pada tujuh tahun kedua serta teman musyawarah pada tujuh tahun ketiga”, menunjukkan bahwa masa kehidupan anak dibagi menjadi tiga masa. Orang tua harus tahu bahwa cara menghadapi anak harus berdasarkan ketiga masa ini. jika kedua orang tua menjalankan dengan baik metode-metode yang diberikan Islam maka mereka nantinya bisa menyerahkan anak yang berkepribadian baik kepada masyarakat.

Betul, konteks kepribadian yang sudah didefinisikan pada pembahasan di atas tidak ada kaitannya dengan kepribadian baik atau buruk, akan tetapi dalam tulisan ini penulis berusaha mengkaji kepribadian yang baik dan positif dalam bingkai peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak.

Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam al-Quran, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau menghukumi mereka, akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan dalam al-Quran.

Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:

1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.

2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.

3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.

4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.

5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.

Dan yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya.