Jumat, 25 Desember 2009

FENOMENA BUNUH DIRI DI KALANGAN MASYARAKAT KITA

Fenomena bunuh diri tampaknya semakin sering terjadi akhir-akhir ini. Ada anak SD yang bunuh diri hanya gara-gara seragam pramukanya masih basah, seorang anak TK yang menghabisi nyawanya karena habis dimarahi orang tuanya, atau seorang siswi yang karena malu diejek teman-temannya sebagai anak tukang bubur, nekat mengakhiri hidupnya.
Belum lagi ada begitu banyak orang yang karena kesulitan ekonomi, diceraikan pasangan, mengambil suatu keputusan yang fatal: bunuh diri!

Di antara semua tragedi tersebut, salah satu peristiwa yang cukup menggemparkan adalah adanya tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang ibu, namun kepergiannya ke alam baka “turut mengajak serta” keempat anaknya yang masih belia dengan cara meracuni mereka. Masih lekat dalam ingatan, betapa mengenaskan peristiwa tewasnya seorang perempuan muda bernama Ice yang menjatuhkan diri dari Lantai 5 West Mall Grand Indonesia pada Senin (30/11) lalu. Pada hari yang sama, seorang pria muda bernama Reno juga loncat dari lantai 5 Mal Senayan City untuk mengakhiri hidupnya.

Korban ketiga yang diduga bunuh diri akibat loncat di mal adalah seorang pria berusia 37 tahun. Pria bernama Richard Kurniawan ini dikabarkan jatuh dari lantai 7 pusat perbelanjaan Mangga Dua Square, Jakarta.

Maraknya kasus bunuh diri dalam sepekan terakhir ini tentu saja mengundang sebuah pertanyaan besar. Mengapa mereka begitu nekad mengakhiri hidupnya dengan cara yang tidak biasa?

Salah satu hal yang menarik dari kasus bunuh diri adalah, mengapa mereka nekat mengambil “keputusan kekal” terhadap “masalah yang sementara” (a permanent solution to a temporary problem)?

Menurut Norman Wright, seorang psikolog, 10 persen orang yang bunuh diri melakukannya dengan alasan yang tidak jelas. Sebanyak 25 persen digolongkan sebagai orang-orang yang menderita ketidakstabilan mental. Sebanyak 40 persennya lagi melakukan bunuh diri menurut kata hati ketika mengalami gangguan emosi. Ketika stres begitu hebat menguasai mereka, saat itulah mereka memutuskan untuk bunuh diri.

Selain itu, ada juga orang yang bunuh diri agar terlepas dari penderitaan. Orang yang tidak mampu menahan penderitaan dan sakit kronis adalah calon-calon pelaku bunuh diri. Ada juga yang bunuh diri untuk balas dendam, misalnya bagi remaja yang merasa sakit hati akibat penolakan dari orang tua atau kekasihnya.

Bunuh diri adalah salah satu cara membalasnya, agar orang yang telah menyakitinya merasa bersalah.


Faktor Kepribadian

Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum).

Berdasarkan pernyataan di atas, timbul pertanyaan, mengapa seseorang memiliki kepribadian yang demikian? Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.

Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.

Bagaimana Menolongnya?

Jika Anda menemukan orang-orang di sekitar Anda yang pernah menyatakan ingin melakukan tindakan bunuh diri, baik secara langsung maupun tidak langsung, jangan anggap remeh hal tersebut.

Adakan hubungan, pelihara kontak dengan orang tersebut, jalin hubungan yang simpatik, dan dapatkan informasi lebih jauh. Bersikaplah penuh empati, mau mendengarkan dengan hati, dan ikut memahami perasaannya.

Mengapa?

Sebab orang mengatakan ingin bunuh diri sebenarnya sedang mengomunikasikan sesuatu kepada kita: cry for help (jeritan butuh pertolongan & perhatian). Oleh karena itu, patutlah kita ingat bahwa jangan bersikap sebagai seorang moralis atau seorang hakim yang siap untuk “memvonis” niat mereka tersebut sebagai dosa, tidak bermoral, dan sebagainya.

Mengapa?

Sebab para pelaku bunuh diri pada umumnya sudah mengalami perubahan dalam cara berpikir, terutama bagi mereka yang mengalami depresi, sehingga kata-kata vonis yang diucapkan kepada mereka dianggap sebagai sesuatu yang pantas mereka terima, yang pada akhirnya akan membuat keputusan untuk bunuh diri sebagai sesuatu yang harus dilakukan (Norman Wright).
Sebagai orang tua, sudahkah Anda memberikan “modal” kasih sayang dan perhatian yang cukup bagi anak-anak Anda, sehingga mereka kemudian tumbuh dengan jati diri dan nilai diri yang kuat? Bukankah salah satu penyebab bunuh diri adalah jati diri dan nilai diri yang lemah? Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, perbaikilah pola relasi Anda dengan anak-anak Anda.
Tuhan telah memberikan kepada kita begitu banyak potensi untuk mengalami hidup yang berkemenangan dan sukacita. Jika Anda saat ini sedang mengalami masalah, carilah seseorang yang dapat Anda percayai untuk mau mendengarkan keluhan-keluhan Anda. Ekspresikan emosi Anda, sebab emosi yang tertekan dapat menyebabkan pikiran yang terdistorsi.



Copyright © Sinar Harapan
Compas.com



NB : Pendapat saya mengenai fenomena bunuh diri di kalangan masyarakat kita itu sudah bisa diprediksi. karena dengan kondisi yang sekarang ini masyarakat merasa sangat terbebani dengan kondisinya terutama faktor ekonomi. menurut mereka vonis bunuh diri adalah cara terakhir dari pada harus lama hidup tapi mereka susah untuk memenuhi kebutuhannya. Seharusnya kejadian ini tidak mesti terjadi kalau orang tersebut dapat mengendalikan emosi dan pikirannya dengan berfikir apa adanya. jadi bagi teman-teman yang mempunyai masalah apapun dalam kehidupan, saran Saya teman sekalian harus bisa mengendalikan emosinya dan berfikir positif bahwa apapun yang terjadi di dunia ini semata-mata sudah kehendak Allah dan tidak bisa di ubah, tinggal bagaimana kitanya mengambil hikmah dari kejadian tersebut.
terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar